STANDAR KOMPETENSI TENAGA KESEHATAN
Setiap profesi dapat
dipastikan memiliki standar kompetensi, begitu pula dengan profesi sebagai
tenaga kesehatan. Penguasaan standar kompetensi oleh tenaga kesehatan berperan
penting bagi pelayanan kesehatan dan berkaitan langsung dengan kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Oleh karena itu, pemahaman
dan penguasaan standar kompetensi bagi tenaga kesehatan harus ditingkatkan,
baik dari sisi standar kompetensinya sendiri maupun penguasaannya oleh tenaga
kesehatan yang bersangkutan.
PROFESIONALISME DALAM PELAYANAN KESEHATAN
Batas-batas Kesewenangan Profesional
Sesuatu
hal tidak bisa dilepaskan dari seluruh profesi adalah profesionalisme yang
melibatkan komitmen akan kemampuannya. Kemampuan dari profesional dihasilkan
melalui latihan dalam periode yang lama dan sangat sulit untuk mendapatkan
persyaratan dengan pengkajian ulang, pembelajaran secara periodik, dan adanya
peraturan ketat dari lembaga yang mengaturnya. Akan tetapi yang paling penting adalah
para ahli harus benar-benar menerapkan standar dari profesi yang memberi
petunjuk terhadap pekerjaan yang akan dilakukan. Beberapa tahun ini, telah
terjadi peningkatan mengenai pemenuhan stadar kompetensi para profesional.
Beberapa pihak yang turut ambil bagian dalam hal ini adalah kelompok konsumen,
profesi hukum, penanam modal, dan agen pemerintah.
Kompetensi
adalah kapasitas untuk dapat memenuhi secara alami dan konsekuensi dari
pelaksanaan prosedur kedokteran. Pada umumnya hukum membenarkan bahwa seseorang
yang telah dewasa memiliki kompetensi untuk menentukan keputusan perawatan
medis. Terdapat beberapa alasan kenapa seseorang tidak mampu membuat keputusan
seiring dengan pertambahan umur, meskipun batasan-batasan dari kompetensi
tersebut bisa hilang karena keadaan tertentu.
Kejadian yang Tidak Diinginkan
Isu
atau permasalahan dari batas-batas kesewenangan atau kompetensi profesional
telah menjadi topik pembicaraan dari beberapa pembelajaran karena banyak sekali
ditemukan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan yang disebut sebagai
kelalaian yang dialami pasien dengan perawatan tim kesehatan. Dua penelitian
yang mengungkap permasalahan tersebut adalah The Harvard Medical Practice Study
dan Australia Study. Penelitian dari Australia menyatakan ada 16,6% pasien
terkena kejadian yang tidak diinginkan, dan 51% di antaranya telah tertangani,
sedangkan 13,7% pasien yang mengalami ketidaknyamanan tersebut mengalami
kelumpuhan permanen serta 4,9% kasus lainnya teridentifikasi pasien telah
meninggal.
Respons terhadap Kejadian yang Tidak
Diinginkan
Beberapa
penelitian telah dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang tidak diinginkan,
dan beberapa di antaranya adalah kasus kelalaian dari perlukaan yang telah
diklaim secara hukum. Di mana hal ini merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk
menentukan bagian hukum dari perawatan kesehatan dan kecenderungan respons
hukum yang diberikan menjadi tidak efektif. Banyak sekali profesional kesehatan
yang merasa ketakutan ketika mendapat suatu respons hukum yang diberikan
kepadanya karena kesalahannya dan berpikir mereka harus secara berhati-hati
melindungi dirinya masing-masing. Ini menghasilkan suatu praktik yang disebut
pertahanan kedokteran yang berguna untuk mengurangi adanya risiko hukum medis.
Keterbukaan
Profesi
dalam menanggapi permasalahan dari kejadian yang tidak diinginkan tersebut
harus disertai dengan peningkatan mutu dan keselamatan dari pasien. Salah satu
kunci dari pergerakan kualitas adalah kerahasiaan dari profesi kesehatan yang
mempersulit situasi kesepakatan yang coba dibuat ketika permasalahan muncul.
Penerimaan dari hal tersebut nantinya akan menghasilkan peningkatan keterbukaan
tentang kesalahan dan kejadian yang tidak diinginkan dan telah lama
bersembunyi. Pada dasarnya kebohongan yang dirahasiakan tersebut sifatnya
non-etis dan pasien yang dirugikan dengan adanya kesalahan medis berhak untuk
melakukan proses medis jika mereka merasa dibohongi.
Alasan
lain terhadap peningkatan jaminan kualitas dan keselamatan pasien adalah telah
terjadi peningkatan bahwa seringnya kejadian yang tidak diinginkan dan adanya
kekeliruan medis serta berujung pada permasalahan yang kompleks tidak hanya
permasalahan pada praktisioner umum. Pekerja kesehatan dan sistem perawatan
kesehatan seharusnya belajar untuk mengantisipasi dan mencegah kekeliruan serta
memberi respons pada kekeliruan dengan cara mencegahnya terulang kembali.
Perhatian pada permasalahan ini harus disertai keterbukaan dari informasi dalam
melakukan identifikasi dan koreksi atas kekeliruan. Keterbukaan tersebut
selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar jaminan kualitas yang sekarang
diterapkan di kebanyakan institusi kesehatan.
Standar Perawatan dan Kelalaian
Kelalaian
dari segi hukum mempunyai makna ganda. Hal tersebut muncul di antara seseorang
yang mengalami sebuah kesalahan dan kekeliruan pemahaman dari masyarakat akan
standar perawatan kesehatan. Standar yang telah ada dapat berubah seiring
dengan waktu. Beberapa hal yang dapat memengaruhi perubahannya adalah perubahan
sosial dan ekonomi, pengecualian masyarakat dan pengetahuan di dalam
orang-orang yang terkait di dalam perubahan tersebut. Oleh karena itu, hukum
melakukan pendekatan terhadap kelalaian dan menjaganya dari perubahan, termasuk
di antaranya perubahan aturan dari beberapa bagian pelayanan perawatan
kesehatan. Sebagai awal permulaan untuk menghindari adanya kelalaian terdapat
tiga elemen dasar berikut.
- Penyerahan permasalahan dari kewajiban perawatan kesehatan kepada orang-orang yang berkompeten di dalam hukum.
- Penerimaan standar dari perawatan kesehatan telah terpecah.
- Hasil dari bahaya bisa dibawa ke ahli hukum dan bahaya tersebut tidak terkontrol.
Hal
yang menjadi sangat penting untuk disadari bahwa perubahan dari keadaan sosial
dan perawatan kesehatan dapat menimbulkan kesulitan dalam mengartikan definisi
standar dari kompetensi dan perilaku etis, menjadi sangat sulit pula bagi para
profesional ketika perilaku mereka dihadapkan pada standar kompetensi dari
profesinya. Profesional tidak bisa hanya berpedoman pada kepuasan pasien,
pandangan keluarga, pandangan kolega, dan penjelasan dari pihak administrasi
walau terkadang beberapa petunjuk dari pandangan tersebut mampu memberikan
petunjuk. Dalam hal ini lembaga profesional dapat berperan sebagai pemberi
batasan atas tingkah laku profesional.
Ketika
pasien berkonfrontasi dengan ahlinya maka ahli tersebut dilingkupi oleh konteks
yang kompleks dengan tujuan yang berbeda, dan hanya beberapa darinya yang
berhubungan secara langsung dengan perawatan dan pengobatan pasien. Ketika
pasien menginginkan ahlinya untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan
standar, maka ahli yang menangani pasien tersebut harus selalu ingat bahwa ada
hukuman atas setiap pelanggaran yang dilakukan. Negosiasi yang dilakukan oleh
ahli tersebut kepada pasien menandakan bahwa dia telah bernegosiasi dengan
profesinya.
Sumber: Penyelesaian
Sengketa Kesehatan,
Indra Bastian & Suryono, Salemba Medika, 2011, hlm. 193.
Informasi buku: http://penerbitsalemba.com/v2/product/view/718
0 komentar:
Posting Komentar