MAKALAH
PENDIDIKAN PSIKOLOGI KESEHATAN
“GANGGUAN STRESS”
Instruktur : Evi Ni’matuz Zakua, MA
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK
2
1.
Hesti
Lestyaningsih (14.12.3004)
2.
Jumiati (14.12.3005)
3.
Nindya
Lestari Nugroho (14.12.3008)
4.
Riza
Nurmiana (14.12.3017)
5.
Yuni
Titi Kurnianingsih (14.12.3025)
KONSENTRASI
SISTEM INFORMASI KESEHATAN
PROGRAM
STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA
GLOBAL
YOGYAKARTA
2013
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T
yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga
karena karunia-NYA kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah tentang “Gangguan Stress”. Makalah
ini berisi tentang pengertian stress, tingkatan
stress, jenis-jenis stress, faktor yang mempengaruhi stress, dan konsep
adaptasi dalam kehidupan manusia. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada semua
pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai
akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita . Aamiin. . .
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb
Yogyakarta,.....September
2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul. ……………………………………………………………..1
Kata Pengantar ……………………………………………………………..2
Daftar Isi ……………………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………..4
A.
Latar
Belakang ……………………………………………………………..5
B.
Rumusan
Masalah ……………………………………………………………..5
C.
Tujuan
Penulisan ……………………………………………………………..5
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………..6
A.
Pengertian
Stress ……………………………………………………………..6
B.
Jenis-jenis
stress ……………………………………………………………..8
C.
Faktor yang
mempengaruhi stress ……………………………………..12
D.
Konsep
adaptasi dalam kehidupan manusia ……………………………………..16
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………..20
A.
Kesimpulan ……………………………………………………………..20
B.
Saran …………………………………………………………......20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Stres dapat didefenisikan sebagai, “respons adaptif, dipengaruhi oleh
karakteristik individual dan/atau proses psikilogis, yaitu akibat dari
tindakan, situasi, atau kejadian eksternal yang menyebabkan tuntutan fisik
dan/atau psikologis terhadap seseorang.”(Invacevich dan Matteson, 1980 dalam
Kreitner dan Kinicki,2004.)
1.
Walter Cannon,1920, merupakan respons fisiologis
terhadap naiknya emosi dan menekankan fungsi adaptif dari reaksi “fight-or-flight” (menghadapi atau
lari dari stress). Sementara hans Seyle, 1976, menyatakan bahwa stres merupakan
situasi di mana suatu tuntutan yang sifatnya tidak spesifik dan mengharuskan
seseorang memberikan respons atau mengambil tindakan.
2.
Menurut Claude Bernard, 1867, (dalam Potter dan Perry,
1997), “perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal dapat menggangu
fungsi organisme sehingga penting bagi organisme tersebut untuk beradaptasi
terhadap stresor agar dapat bertahan. Jadi, stresormerupakan
stimuli yang mengawali atau memicu perubahan yang menimbulkan sters. Stress
mewakili kebutuhan yang tidak terpenuhi, bias berupa kebutuhan fisiologis,
psikologis, sosial, lingkungan, spiritual, dsb.
3.
Stresor, faktor yang menimbulkan stress, dapat berasal
dari sumber internal ( yaitu diri sendiri) maupun eksternal ( yaitu keluarga,
masyarakat, dan lingkungan).
a.
Internal. Faktor
internal stress bersumber dari diri sendiri. Stressor individual dapt timbul
dari tuntutan pekerjaan atau beban yang terlalu berat, kondisi keuangan,
ketidakpuasan dengan fisik tubuh, penyakit yang dialami, masa pubertas,
karakteristik atau sifat yang dimiliki, dsb.
b.
Eksternal. Faktor
eksternal stress dapat bersumber dari keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
Stressor yang berasal dari keluarga disebabkan oleh adanya perselisihan dalam
keluarga, perpisahan orang tua, adanya anggota keluarga yang mengalami
kecanduan narkoba, dsb. Sumber stressor masyarakat dan lingkungan dapat berasal
dari lingkungan pekerjaan, lingkungan sosial, atau lingkungan fisik.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah pengertian dari stress?
2.
Bagaimana tingkatan dari stress?
3.
Apa sajakah jenis-jenis dari stress?
4.
Apa sajakah faktor yang mempengaruhi respon terhadap
stressor ?
5.
Bagaimanakah konsep adaptasi dalam kehidupan manusia?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Memahami pengertian dari stress
2.
Mengetahui tingkatan dari stress
3.
Mengetahui jenis-jenis dari stress
4.
Mengetahui faktor yang mempengaruhi respon terhadap
stressor
5.
Mengetahui konsep adaptasi dalam kehidupan manusia
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep
Stress dalam Kehidupan Manusia
A.
Definisi Stress
Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non specific mengharuskan
seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976). Lazarus
dan Folkman (1994) mendefinsikan stress psikologis sebagai hubungan khusus
antara seseorang dengan lingkungannya yang dihargai oleh orang lain tersebut
sebagai pajak terhadap sumber dayanya dan membahayakan kemapanannya.
Stress dianggap sebagai faktor predisposisi atau pencetus yang meningkatkan
kepekaaan individu terhadap penyakit (Rahe, 1975).
F Menurut Hans
Selye, “Stress adalah respons manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap
tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya” (Pusdiknakes, Dep.Kes.RI,1989).
F Stress
adalah reaksi atau respons tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental
atau beban kehidupan)” (Dadang Hawari, 2001).
F Stress
adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu
ketegangan dalam diri seseorang” (Soeharto Heerdjan, 1987).
F Secara umum,
yang dimaksud “Stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan
tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan lain-lain”.
F “Stress
adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, dan karena itu, sesuatu
yang mengganggu keseimbangan kita” (Maramis, 1999).
F Menurut
Vincent Cornelli, sebagaimana dikutip oleh Grant Brecht (2000) bahwa yang
dimaksud “Stress adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh
perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun
penampilan individu di dalam lingkungan tersebut”.
Stressor adalah stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor
menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa
kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan , perkembangan dan kebutuhan
cultural.
Pendekatan-pendekatan Stress
Menurut Sarafino (1990), Sutherland dan
Cooper (1990) stress dapat dikonseptualisasikan dari berbagai macam titik atau
pandang :
F Stress
sebagai ‘stimulus’ aalah pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan dan
menggambarkan stress sebagai suatu stimulus (atau stress sebagai ‘variabel
bebas’). Pendekatan seperti ini biasanya digunakan individu ketika dia
berbicara tentang stress dalam kehidupan sehari-hari, seperti : “Banyak stress
di tempat kerja”.
F Stress sebagai
‘respon’ adalah pendekatan yang memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap
stressor dan menggambarkan stress sebagai suatu respon (atau stress sebagai
‘variabel tergantung’). Respon yang dialami itu mengandung dua komponen, yaitu
: komponen psikologis, yang meliputi prilaku, pola pikir, emosi, dan perasaan
stress; dan komponen fisiologis, berupa rangsangan-rangsangan fisik yang
meningkat. Stress sebagai suatu respon ini juga dikenal dalam ilmu medis dan
sering dipandang sebagai perspektif fisiologis. Konsep ‘General
Adaptation Syndrome’ dari Selye dan ‘fight or flight reaction’ dari
Cannon.
F Stress
sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan, adalah pendekatan yang
menggambarkan stress sebagai suatu proses yang meliputi stressor dan strain
dengan menambahkan dimensi hubungan antara individu dengan lingkungan.
Interaksi antara manusia dengan lingkungan yang saling mempengaruhi disebut
sebagai hubungan transaksional (Van Broeck, 1979; Sutherland dan Cooper, 1990;
Sarafino, 1990). Di dalam proses hubungan ini termasuk juga proses penyesuaian.
Penyebab Stress
Menurut
Maramis (1999), ada empat sumber atau penyebab stress Psikologis, yaitu :
a)
Frustasi
Timbul
akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral melintang. Frustasi ada
yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik
(kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi,
pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).
b)
Konflik
Timbul
karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam keinginan,
kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-approach conflict, approach-avoidance
conflict, avoidance -avoidance conflict.
c)
Tekanan
Timbul
sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri
individu.
d)
Krisis
Krisis yaitu
keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stress pada individu, misalnya kematian
orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus segera operasi.
Keadaan stress dapat terjadi beberapa sebab sekaligus, misalnya frustasi,
konflik dan tekanan.
B.
Macam-macam Tingkat Stress
Penggolongan Stress apabila ditinjau dari penyebab stress, menurut Sri
Kusmiati dan Desminiarti (1990), dapat digolongkan sebagai berikut :
1)
Stress fisik, disebabkan
oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising,
sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.
2)
Stress kimiawi, disebabkan
oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormone, atau gas.
3)
Stress mikrobiologik, disebabkan
oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit.
4)
Stress fisiologik, disebabkan
oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga
menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.
5)
Stress proses pertumbuhan
dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada
masa bayi hingga tua.
6)
Stress psikis atau emosional, disebabkan
oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.
Adapun
menurut Grant Brecht (2000), stress ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu :
Γ Penyebab makro,
yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti kematian, perceraian,
pension, luka batin, dan kebangkrutan.
Γ Penyebab
mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti pertengkaran rumah
tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan dimakan, dan antri.
Reaksi Psikologis terhadap stress
diantaranya :
Γ Kecemasan, Respon
yang paling umum Merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu
penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan Adalah emosi yang tidak menyenangkan
dengan istilah “kuatir”, “tegang”, “prihatin”, “takut” fisik jantung berdebar,
keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur.
Γ Kemarahan
dan agresi, Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman.Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress
yang mungkin dapat menyebabkan agresi, Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap,
dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak
wajar.Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh
orang.
Γ Depresi
Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai
rasa sedih.
C.
Jenis Stress
Ditinjau
dari penyebabnya, stress dapat dibagi dalam beberapa jenis sebagai berikut:
a)
Stres fisik, merupakan stress
yang disebabkan oleh keadaan fisik, seperti suhu yang terlalu tinggin atau
terlalu rendah, suara bising, sinar matahari yang terlalu menyengat, dll.
b)
Stress
kimiawi, merupakan stress yang disebabkan oleh pengaruh senyawa kimia yang
terdapat pada obat-obatan, zat beracun asam, basa, faktor hormone atau gas, dll.
c)
Stress
mikrobiologis, merupakan stress yang disebabkan oleh kuman, seperti
virus, bakteri, atau parasit.
d) Stress fisiologis, merupakan stress yang disebabkan
oleh gangguan fungsi organ tubuh, antara lain gangguan struktur tubuh, fungsi
jaringan, organ, dll.
e)
Stress
proses tumbuh kembang, merupakan stress yang disebabkan oleh proses tumbuh
kembang seperti pada masa pubertas, pernikahan, dan pertambahan usia.
f)
Stress
psikologis dan emosional, merupakan stress yang disebabkan oleh gangguan
situasi psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan
diri, misalnya dalam hubungan interpersonal, sosial budaya, atau keagamaan.
Tahapan-tahapan
Stress
Gejala-gejala
stress pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal
tahapan stress timbul secara lambat. Dan, baru dirasakan bilamana tahapan
gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di
rumah, di tempat kerja ataupun di pergaulan lingkungan sosialnya. Dr. Robert J.
Van amberg (1979) dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stress
sebagaimana berikut :
a.
Stress Tahap I
Tahapan ini
merupakan tahapan stress paling ringan, dan biasanya disertai dengan
perasaan-perasaan sebagai berikut :
ΓΌ
Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting).
ΓΌ
Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya.
ΓΌ
Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya. Namun tanpa disadari cadangan
energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan pula.
ΓΌ
Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin
bertambah semangat, Namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
b.
Stress Tahap II
Dalam
tahapan ini dampak stress yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada
tahap I di atas Mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan
karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu
untuk beristirahat. Istirahat antara lain dengan tidur yang cukup bermanfaat
untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami deficit. Analogi
dengan hal ini adalah misalnya handphone (HP) yang sudah lemah harus kembali
diisi ulang (di-charge) agar dapat digunakan lagi dengan baik. Keluhan-keluhan
yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stress tahap II adalah
sebagai berikut :
ΓΌ
Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya
merasa segar.
ΓΌ
Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
ΓΌ
Lekas merasa capai menjelang sore hari.
ΓΌ
Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel
discomfort).
ΓΌ
Detakan jantung lebih keras dari biasanya
(berdebar-debar).
ΓΌ
Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.
ΓΌ
Tidak bisa santai
c.
Stress Tahap III
Bila
seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan
keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stress tahap II tersebut di atas,
maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan
mengganggu, yaitu :
1)
Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya
keluhan “maag” (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare).
2)
Ketegangan otot semakin terasa.
3)
Perasaan ketidak-tenangan dan ketegangan emosional
semakin meningkat.
4)
Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk
Mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar
kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/ dini hari dan tidak
dapat kembali tidur (late insomnia).
5)
Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan
serasa mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada
dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stress hendaknya dikurangi
dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi
yang mengalami defisit.
d.
Stress Tahap IV
Tidak jarang
seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter sehubungan dengan
keluhan-keluhan stress tahap III di atas, oleh dokter dinyatakan tidak sakit
karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal
ini terjadi dan yang bersangkutan terus memaksakan diri untuk bekerja tanpa
mengenal istirahat, maka gejala stress tahap IV akan muncul :
·
Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat
sulit.
·
Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah
diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.
·
Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi
kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai (adequate).
·
Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin
sehari-hari.
·
Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang
menegangkan.
·
Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada
semangat dan kegairahan.
·
Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.
·
Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak
dapat dijelaskan apa penyebabnya.
e.
Stress Tahap V
Bila keadaan
berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stress tahap V yang ditandai
dengan hal-hal berikut :
·
Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam
(physical and psychological exhaustion).
·
Ketidakmampuan
untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana.
·
Gangguan sistem pencernaan semakin berat
(gastro-intestinal disorder).
·
Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin
meningkat, mudah bingung dan panik.
f.
Stress Tahap VI
Tahapan ini
merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack)
dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stress tahap VI ini
berulang-kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU, meskipun pada
akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh.
Gambaran stress tahap VI ini adalah sebagai berikut :
·
Debaran jantung teramat keras.
·
Susah bernafas (sesak dan mengap-mengap).
·
Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat
bercucuran.
·
Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan.
·
Pingsan atau kolaps (collapse)
Bila dikaji
maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih
didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal
(fungsional) organ tubuh sebagai akibat stressor psikososial yang melebihi
kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
D.
Faktor Yang Mempengaruhi Respon Terhadap Stressor
1.
Intensitas
Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada dasarnya tubuh atau jiwa manusia
mempunyai ketahanan atau kekuatan yang berasal dari dalam. Tingkat kekuatan ini
dinilai sebagai kunci kepribadian dalam menghadapi stress. Kepribadian ini
memungkinkan seseorang untuk menjadikan stressor sebagai suatu yang positif
sehingga memberikan respon yang positif pula terhadap stressor tertentu. Suatu
stressor yang bersifat negatif dan menjadikan stress bagi seseorang dapat
merupakan sumber kekuatan bagi orang lain. Selain itu stressor juga dapat
memberikan mekanisme untuk memperingatkan seseorang agar dapat menmgumpulkan
seluruh kekuatan yang dimilikinya dalam rangka melawean stress itu sendiri. Tak
selamanya stress merupakan hal yang negatif. Pada tingkatan tertentu stress
dapat menjadi motivator bagi seseorang. Hal ini berhubungan dengan keinginan
untuk mencap[ai suatu tujuan dan stress disini berguna untuk mencegah timbulnya
rasa bosan. Stress juga berguna pada keadaan yang penting dimana seseorang
memerlukan kekuatan emosional dan mobilisasi fisik sebagai kekuatan pertahanan
individu.
2.
Sifat
Sifat dari
stressor juga memperngaruhi respon. Ada beberapa stressor yang bersifat positif
dan yang lainnya bersifat negatif. Stressor yang bersifat positif akan
menimbulkan respon yang positif, sedangkan stressor yang bersifat negatif akan
menyebabkan respon yang negatif pula baik secara fisikmaupun psikis. Secara
negatif stress dapat menghasilkan perubahan yang pada akhirnya akan menimbulkan
kesakitan.
3.
Durasi
Lamanya atau
jangka waktu berlangsungnya pemaparan stressor atau kejasian dari stressor
sampai menjadikan seseorang mengalami stress. Frekwensi perubahan-perubahan
dari suatu kejadian yang pada akhirnya mempengaruhi seseorang hingga merasakan
stress.
4.
Jumlah
Mengandung
pengertian stressor yang harus dihadapi dalam satu waktu. Banyaknya
perubahan-perubahan dan kejadian yang dialami seseorang dalam suatu periode
waktu tertentu lebih sering menyebabkan perkembangannya stress yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kesakitan.
5.
Pengalaman
Bagaimana
seseorang memberikan respon terhadap stressor juga dipengaruhi oleh pengalaman.
Pengalaman ini bisa di dapat dari diri sendiri maupun dari pengalaman orang
lain. Pengalaman yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang ditemui dalam
kehidupan akan memberikan pelajaran dan kekuatan untuk menghadapi stressor dan
menghadapi stress.
6.
Tingkat Perkembangan
Di dalam
setiap perkembangan akan terjadi perubahan-perubahan pada setiap individu.
Tingkat perkembangan ini juga berpengaruh terhadap bagaimana seseorang maupun stressor.
Karena perkembangan cukup menentukan kematangan seseorang dalam menghadapi
kematangan.
7.
Respon Patofisiologi Terhadap Stress
a)
Komponen Fisiologi
Riset klasik
yang telah dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons
fisiologis terhadap stress; sindrom adaptasi lokal (LAS) dan sindrom adaptasi
umum (GAS). LAS adalah respon dari jaringan, organ atau bagian tubuh terhadap
stress karena trauma, penyakit atau perubahan fisiologis lainnya. GAS adalah
respons pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stress.
b)
LAS (Lokal Adaptation Syndrome)
Tubuh
menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respons setempat ini
termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya dan
respon tekanan. Semua bentuk LAS mempunyai karakteristik berikut :
ΓΌ Respon yang
terjadi adalah setempat, respon ini tidak melibatkan seluruh sistem tubuh.
ΓΌ Respon
adalah adaptif, berarti bahwa stressor diperlukan untuk menstimulasinya.
ΓΌ Respon
adalah berjangka pendek. Respon tidak terdapat terus menerus.
ΓΌ Respon
adalah restorative, berarti bahwa LAS membantu dalam memulihkan homeostasis
region atau bagian tubuh.
Dua respon
setempat , yaitu respons refleks nyeri dan respons inflamasi adalah contoh dari
LAS. Perawat menghadapi respons ini dibanyak lingkungan perawatan kesehatan.
a.
Respon refleks nyeri
Respon
refleks nyeri adalah respon setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri.
Respon ini adalah respons adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan lebih
lanjut. Respons ini melibatkan reseptor sensoris, saraf sensoris yang menjalar
ke medulla spinalis, neuron penghubung dalam medulla spinalis, saraf motorik
yang menjalar dari medulla spinalis dan otot efektif. Misalnya , sebut saja di
bawah sadar, yaitu refleks menghindarkan tangan dari permukaan panas. Contoh
lainnya adalah kram otot.
b.
Respons inflamasi
Respons
inflamasi distimuli oleh trauma atau infeksi. Respons ini memusatkan inflamasi
, sehingga dengan demikian menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan
penyembuhan. Respons inflamasi dapat mengakibatkan nyeri setempat,
pembengkakan, panas, kemerahan dan perubahan fungsi.Respons inflamasi terbagi
dalam tiga fase yaitu perubahan dalam sel-sel dan sistem sirkulasi, pelepasan
eksudat dari luka dan perbaikan jaringan oleh regenerasi atau pembentukan
jaringan parut.
c.
GAS (General Adaptation Syndrome)
GAS adalah
respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon ini melibatkan
beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin.
Beberapa buku menyebutkan GAS sebagai respon neuro-endokrin. GAS terdiri atas
reaksi peringatan , tahap resisten dan tahap kehabisan tenaga. GAS diuraikan
dalam tiga tahapan berikut :
1)
Alarm reaction (AR, reaksi cemas).
Selama tahap
ini tubuh menyadari penyebab ketegangan dan secara sadar atau tidak sadar
dipicu untuk bertindak. Kekuatan pertahanan tubuh dikerahkan dan tingkat yang
normal dari perlawanan tubuh menurun. Kalau penyebab ketegangan itu cukup
keras, tahap ini dapat mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang
hebat. Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan
pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan
volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi.
Hormon
lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan
energi untuk keperluan adaptasi. Meningkatkan kadar hormon lain seperti
efinefrin dan norefinefrin mengakibatkan peningkatan frekwensi jantung,
meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan ambilan oksigen dan memperbesar
kewaspadaan mental. Aktivitas hormonal yang luasini menyiapkan individu untuk
melakukan respon melawan atau menghindar. Curah jantung, ambilan oksigen dan
frekwensi pernapsan meningkat, pupil mata berdilatasi untuk menghasilkan bidang
visual yang lebih besar, dan frekwensi jantung meningkat untuk menghasilkan
energi lebih banyak. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini,
seseorang disipkan untuk melawan atau menghindari stressor.
2)
State of Resistance (SR, Perlawanan).
Tahap ini
ditandai oleh penyesuaian dengan penyebab ketegangan. Tubuh melawan reaksi
cemas, karena dalam keadaan ini tidak ada orang yang terus menerus dapat
bertahan. Tingkat perlawanan tubuh naik di atas normal untuk melawan penyebab
ketegangan dengan harapan adanya penyesuaian. Disamping itu perlawanan tubuh
terhadap rangsangan selanjutnya meningkat. Jika stress dapat diatasi, tubuh
akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. namun demikian, jika stressor
tetap terus menetap, seperti pada kehilangan darah terus menerus, penyakit yang
melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang, dan ketidakberhasilan dalam
beradaptasi, maka individu memasuki tahap ketiga dari GAS yaitu tahap kehabisan
tenaga.
3)
State of Exhausting (SE, tahap keadaan sangat lelah/
kehabisan tenaga).
Kalau tubuh
terus menerus dibiarkan menerima penyebab ketegangan, suatu waktu akan mencapai
tahap lelah. Gejala-gejala reaksia cemas ini timbul kembali, tetapi kalau
penyebab ketegangan tidak disingkirkan, tanda-tanda itu tidak dapat dirubah
lagi. Maut akan menyusul, kecuali tubuh memperoleh tehnik untuk menyesuaikan
diri atau menemukan jalan baru untuk menguasai situasi yang pebuh ketegangan.
E.
Konsep Adaptasi dalam Kehidupan Manusia
o Konsep
Adaptasi
Ada beberapa
pengertian tentang mekanisme penyesuaian diri, antara lain :
·
W.A. Gerungan (1996) menyebutkan bahwa “Penyesuaian
diri adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga
mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri). Mengubah diri
sesuai dengan keadaan lingkungan sifatnya pasif (autoplastis).
·
Menurut Soeharto Heerdjan (1987), penyesuaian
diri adalah usaha atau perilaku yang tujuannya mengawasi kesulitan dan
hambatan.
Adaptasi merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh
karena belajar dari pengalaman untuk mengatasi stress. Cara mengatasi stress
dapat berupa membatasi tempat terjadinya stress, mengurangi, atau menetralisasi
pengaruhnya.
o Model-model
Adaptasi
Setiap orang secara terus menerus akan menghadapi perubahan fisik, psikis,
dan sosial baik dari dalam maupun dari lingkungan luar. Jika hal tersebut tidak
dapat dihadapi dengan seimbang maka tingkat stress akan meningkat. Model
adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah
menegangkan (Mechanic, 1962). Empat faktor yang mempengaruhi Kemampuan untuk
menghadapi stress itu adalah :
·
Biasanya tergantung pada pengalaman seseorang dengan
stressor serupa, sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan trehadap stressor.
·
Berkenaan dengan prktik dan norma kelompok sebaya
individu.
·
Dampak dari lingkungan sosial dalam membantu seorang
individu untuk beradaptasi terhadap stressor.
·
Sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stressor.
F Adaptasi
Fisiologis/Biologis
Indikator fisiologis stress :
ΓΌ Kenaikan
tekanan darah
ΓΌ Peningkatan
ketegangan di leher, bahu, punggung.
ΓΌ Peningkatan
denyut nadi dan frekwensi pernapasan
ΓΌ Telapak
tangan berkeringat
ΓΌ Tangan dan
kaki dingin
ΓΌ Postur tubuh
yang tidak tegap
ΓΌ Keletihan
ΓΌ Sakit kepala
ΓΌ Gangguan
lambung
ΓΌ Suara yang
bernada tinggi
ΓΌ Mual,
muntah, dan diare
ΓΌ Perubahan
nafsu makan
ΓΌ Perubahan
berat badan
ΓΌ Perubahan
frekwensi berkemih
ΓΌ Dilatasi
pupil
ΓΌ Gelisah,
kesulitan untuk tidur atau sering terbangun saat tidur
ΓΌ Temuan hasil
laboratorium abnormal : Peningkatan kadar hormon adrenokortikotropik, kortisol
dan katekolamin dan hiperglikemia.
F Adaptasi
Psikologis
Indikator emosional / psikologi dan
perilaku stress :
ΓΌ Ansietas
ΓΌ Depresi
ΓΌ Kepenatan
ΓΌ Peningkatan
penggunaan bahan kimia
ΓΌ Perubahan
dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
ΓΌ Kelelahan
mental
ΓΌ Perasaan
tidak adekuat
ΓΌ Kehilangan
harga diri
ΓΌ Peningkatan
kepekaan
ΓΌ Kehilangan
motivasi.
ΓΌ Ledakan
emosional dan menangis.
ΓΌ Penurunan
produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.
ΓΌ Kecendrungan
untuk membuat kesalahan (mis. buruknya penilaian).
ΓΌ Mudah lupa
dan pikiran buntu
ΓΌ Kehilangan
perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
ΓΌ Preokupasi
(mis. mimpi siang hari )
ΓΌ Ketidakmampuan
berkonsentrasi pada tugas.
ΓΌ Peningkatan
ketidakhadiran dan penyakit
ΓΌ Letargi
ΓΌ Kehilangan
minat
ΓΌ Rentan
terhadap kecelakaan.
F Adaptasi
Perkembangan
Pada setiap
tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan
menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress
yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan
tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang
berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan. Bayi atau anak kecil
umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika diasuh dalam lingkungan yang
responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan
pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
F Adaptasi
Sosial Budaya
Setiap
lingkungan sosial masyarakat mempunyai tatanan budaya masing-masing. Antara
lingkungan satu dan yang lainnya tentu memiliki budaya berbeda-beda. Perbedaan
tersebut yang akhirnya menuntut setiap orang beradaptasi jika hal itu dapat
dilakukan dengan baik maka akan tercipta keseimbangan. Namun jika hal tersebut
tidak dapat dilakukan bukanlah suatu hal yang tidak mungkin jika orang tersebut
akan mengalami stress.
F Adaptasi
Spiritual
Setiap agama
dan kepercayaan mengandung ajaran yang hendaknya harus dijalankan oleh
penganutnya. Ajaran-ajaran ini tentunya juga harus turut andil dalammengatur
perilaku manusia ini. Oleh karena itu dalam rangka memenuhi ajaran-ajaran
tersebut pasti terjadi perubahan dalam perilaku manusia.
Lingkungan
Sosial Model
Keadaan
lingkungan dan masyarakat sangat mempengaruhi seseorang dalam beradaptasi.
Keadaan lingkungan yang stabil dan seimbang akan memudahkan seseorang dalam
beradaptasi. Sedangkan keadaan masyarakat dengan hubungan sosial yang baik juga
akan memudahkan individu dalam melakukan adaptasi agar terhindar dari stress.
Proses Model
Pada
dasarnya proses model adalah berlangsungnya kejadian dan masalah yang terjadi
pada seseorang sehingga mempengaruhi orang tersebut yang pada akhirnya
mengalami stress dan proses menghadapi stress itu sendiri.
Homeostasis
Homeostasis
adalah keadaan yang relatif konstan di dalam lingkungan internal tubuh,
dipertahankan secara alami oleh mekanisme adaptasi fisiologis. Adaptasi
fisiologis terhadap stress adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan keadaan
relatif seimbang. Dubos (1965) mengemukakan pandangan lebih lanjut ke sifat
dinamis respons-respons tersebut. Dia mengatakan bahwa ada dua konsep yang
saling mengisi: homestasis dan adaptasi. Homeostasis menekankan pada perlunya
penyesuaian yang harus segera dilakukan tubuh untuk menjaga komposisi internal
selalu dalam batas yang bisa diterima, sedangkan adaptasi lebih menekankan pada
penyesuaian yang berkembang sesuai berjalannya waktu. Dubos juga menekankan
bahwa ada batasan respon terhadap stimuli yang dapat diterima dan bahwa respon
tersebut bisa berbeda pada setiap individu. Baik homestasis maupun adaptasi
dangat diperlukan untuk dapat bertahan dalam dunia yang selalu berubah.
Mekanisme
Homeostasis
Ketika
seseorang menyadari tentang kebutuhan fisiologis tidak terpenuhi seperti
makanan atau kehangatan, tindakan yang akan dilakukan adalah untuk memenuhi
kebutuhan tersebut . Untuk sebagian besar bagaimanapun juga , adaptasi mencakup
penyesuaian yang dibuat tubuh secara otomatis untuk mempertahankan ekuilibrium.
Mekanisme homeostasis ini adalah pengaturan – mandiri, dengan kata lain,
mekanisme ini adalah otomatis. Namun demikian, pada individu yang sakit atau mengalami
cedera, mekanisme ini mungkin tidak mampu untuk mempertahankan atau menopang
homeostasis.
Mekanisme
fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif, yaitu duatu proses
dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan abnormal, seperti penurunan
suhu tubuh, dan membuat suatu respon adaptif, seperti mulai menggigil untuk
membangkitkan panas tubuh. Ketiga dari mekanisme utama yang digunakan dalam
mengadaptasi stressor dikomtrol oleh medulla oblongata, formasi reticular dan
kelenjar hipofisis.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Stress adalah suatu ketidakseimbangan diri atau jiwa dan realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari perubahan yang memerlukan penyesuaian Sering
dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan stress,
seperti cedera, sakit atau kematian orang yag dicintai, putus cinta Perubahan
positif juga dapat menimbulkan stress, seperti naik pangkat, perkawinan, jatuh
cinta
Jenis Stress yaitu, Stress fisik, Stress kimiawi, Stress mikrobiologis, Stress
fisiologis, Stress proses tumbuh kembang, Stress psikologis atau emosional.
Pengalaman stress dapat bersumber dari :Lingkungan, Diri dan tubuh Pikiran.
Gejala-gejala stress ada 2 yaitu secara fisik dan psikis.
Saat kita mengalami peristiwa yang tidak mengenakkan, saat sesuatu yang
buruk terjadi di luar kendali kita maka secara otomatis mengalami perasaan yang
tidak tenang. Jika hal yang terjadi itu jauh melampaui daya tahan diri kita,
melampaui bagaimana kita mampu bertoleransi maka timbullah stress. Ada
peristiwa tertentu menimbulkam stress bagi seseorang, namun bagi orang lain hal
tersebut merupakan sesuatu yang biasa saja dan dapat dikendalikan dengan baik.
Hal yang membedakan adalah persepsi. Bagaimana setiap orang dapat memiliki
persepsi yang berbeda atas suatu peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.
B.
SARAN
Setelah kita tahu lebih banyak tentang stress,
mudah-mudahan bisa membantu kita semua untuk dapat menghadapi setiap stress
yang dialami dengan bijaksana. Segala persoalan dalam hidup bukanlah untuk
dihindari tapi untuk dihadapi dengan bijaksana. Caranya adalah dengan
memperlengkapi diri kita dengan skill hidup (life skill) yang terbaik untuk
menghadapinya.
DAFTAR
PUSTAKA
v Fadilla, Avin. 1999. Beberapa
Teori Psikologi Lingkungan. Diakses pada : Senin, 18 april
2011. http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/hidupdikota_
avin.pdf
v Diakses
pada:Senin, 18 april 2011
v http://niandre7lovely.wordpress.com/2009/07/08/stress-lingkungan-dan-penanggulangannya/. Diakses
pada: Senin, 18 april 2011
v Diakses
pada:Senin, 18 april 2011
v Diakses
pada: Senin, 18 april 2011