Jumat, 13 Desember 2013

MAKALAH PENDIDIKAN PSIKOLOGI KESEHATAN GANGGUAN STRESS



MAKALAH
PENDIDIKAN PSIKOLOGI KESEHATAN
“GANGGUAN STRESS”
Instruktur : Evi Ni’matuz Zakua, MA








DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2

1.     Hesti Lestyaningsih                 (14.12.3004)
2.     Jumiati                                    (14.12.3005)
3.     Nindya Lestari Nugroho                   (14.12.3008)
4.     Riza Nurmiana                         (14.12.3017)
5.     Yuni Titi Kurnianingsih          (14.12.3025)

KONSENTRASI SISTEM INFORMASI KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2013



KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga karena karunia-NYA kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah  tentang “Gangguan Stress. Makalah ini berisi tentang pengertian stress, tingkatan stress, jenis-jenis stress, faktor yang mempengaruhi stress, dan konsep adaptasi dalam kehidupan manusia. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita . Aamiin. . .
Wassalamu’alaikum Wr.Wb









Yogyakarta,.....September  2013



Penyusun



DAFTAR ISI
Halaman Judul.                       ……………………………………………………………..1
Kata Pengantar                       ……………………………………………………………..2
Daftar Isi                                 ……………………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN     ……………………………………………………………..4
A.    Latar Belakang                  ……………………………………………………………..5
B.     Rumusan Masalah             ……………………………………………………………..5
C.     Tujuan Penulisan               ……………………………………………………………..5
BAB II PEMBAHASAN      ……………………………………………………………..6
A.    Pengertian Stress               ……………………………………………………………..6
B.     Jenis-jenis stress                ……………………………………………………………..8
C.     Faktor yang mempengaruhi stress             ……………………………………..12
D.    Konsep adaptasi dalam kehidupan manusia         ……………………………………..16
BAB III PENUTUP               ……………………………………………………………..20
A.    Kesimpulan                       ……………………………………………………………..20
B.     Saran                                 …………………………………………………………......20
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Stres dapat didefenisikan sebagai, “respons adaptif, dipengaruhi oleh karakteristik individual dan/atau proses psikilogis, yaitu akibat dari tindakan, situasi, atau kejadian eksternal yang menyebabkan tuntutan fisik dan/atau psikologis terhadap seseorang.”(Invacevich dan Matteson, 1980 dalam Kreitner dan Kinicki,2004.)
1.         Walter Cannon,1920, merupakan respons fisiologis terhadap naiknya emosi dan menekankan fungsi adaptif dari reaksi “fight-or-flight” (menghadapi atau lari dari stress). Sementara hans Seyle, 1976, menyatakan bahwa stres merupakan situasi di mana suatu tuntutan yang sifatnya tidak spesifik dan mengharuskan seseorang memberikan respons atau mengambil tindakan.
2.         Menurut Claude Bernard, 1867, (dalam Potter dan Perry, 1997), “perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal dapat menggangu fungsi organisme sehingga penting bagi organisme tersebut untuk beradaptasi terhadap stresor agar dapat bertahan. Jadi, stresormerupakan stimuli yang mengawali atau memicu perubahan yang menimbulkan sters. Stress mewakili kebutuhan yang tidak terpenuhi, bias berupa kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan, spiritual, dsb.
3.         Stresor, faktor yang menimbulkan stress, dapat berasal dari sumber internal ( yaitu diri sendiri) maupun eksternal ( yaitu keluarga, masyarakat, dan lingkungan).
a.         Internal. Faktor internal stress bersumber dari diri sendiri. Stressor individual dapt timbul dari tuntutan pekerjaan atau beban yang terlalu berat, kondisi keuangan, ketidakpuasan dengan fisik tubuh, penyakit yang dialami, masa pubertas, karakteristik atau sifat yang dimiliki, dsb.
b.        Eksternal. Faktor eksternal stress dapat bersumber dari keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Stressor yang berasal dari keluarga disebabkan oleh adanya perselisihan dalam keluarga, perpisahan orang tua, adanya anggota keluarga yang mengalami kecanduan narkoba, dsb. Sumber stressor masyarakat dan lingkungan dapat berasal dari lingkungan pekerjaan, lingkungan sosial, atau lingkungan fisik.




B.       Rumusan Masalah
1.         Apakah pengertian dari stress?
2.         Bagaimana tingkatan dari stress?
3.         Apa sajakah jenis-jenis dari stress?
4.         Apa sajakah faktor yang mempengaruhi respon terhadap stressor ?
5.         Bagaimanakah konsep adaptasi dalam kehidupan manusia?

C.       Tujuan Penulisan
1.         Memahami pengertian dari stress
2.         Mengetahui tingkatan dari stress
3.         Mengetahui jenis-jenis dari stress
4.         Mengetahui faktor yang mempengaruhi respon terhadap stressor
5.         Mengetahui konsep adaptasi dalam kehidupan manusia




BAB II
PEMBAHASAN


Konsep Stress dalam Kehidupan Manusia
A.      Definisi Stress
Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non specific mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan (Selye, 1976). Lazarus dan Folkman (1994) mendefinsikan stress psikologis sebagai hubungan khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dihargai oleh orang lain tersebut sebagai pajak terhadap sumber dayanya dan membahayakan kemapanannya. Stress dianggap sebagai faktor predisposisi atau pencetus yang meningkatkan kepekaaan individu terhadap penyakit (Rahe, 1975).
F Menurut Hans Selye, “Stress adalah respons manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya” (Pusdiknakes, Dep.Kes.RI,1989).
F Stress adalah reaksi atau respons tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan)” (Dadang Hawari, 2001).
F Stress adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang” (Soeharto Heerdjan, 1987).
F Secara umum, yang dimaksud “Stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan lain-lain”.
F “Stress adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, dan karena itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita” (Maramis, 1999).
F Menurut Vincent Cornelli, sebagaimana dikutip oleh Grant Brecht (2000) bahwa yang dimaksud “Stress adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut”.
Stressor adalah stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan , perkembangan dan kebutuhan cultural.
Pendekatan-pendekatan Stress
Menurut Sarafino (1990), Sutherland dan Cooper (1990) stress dapat dikonseptualisasikan dari berbagai macam titik atau pandang :
F   Stress sebagai ‘stimulus’ aalah pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan dan menggambarkan stress sebagai suatu stimulus (atau stress sebagai ‘variabel bebas’). Pendekatan seperti ini biasanya digunakan individu ketika dia berbicara tentang stress dalam kehidupan sehari-hari, seperti : “Banyak stress di tempat kerja”.
F   Stress sebagai ‘respon’ adalah pendekatan yang memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap stressor dan menggambarkan stress sebagai suatu respon (atau stress sebagai ‘variabel tergantung’). Respon yang dialami itu mengandung dua komponen, yaitu : komponen psikologis, yang meliputi prilaku, pola pikir, emosi, dan perasaan stress; dan komponen fisiologis, berupa rangsangan-rangsangan fisik yang meningkat. Stress sebagai suatu respon ini juga dikenal dalam ilmu medis dan sering dipandang sebagai perspektif fisiologis. Konsep ‘General Adaptation Syndrome’ dari Selye dan ‘fight or flight reaction’ dari Cannon.
F   Stress sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan, adalah pendekatan yang menggambarkan stress sebagai suatu proses yang meliputi stressor dan strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara individu dengan lingkungan. Interaksi antara manusia dengan lingkungan yang saling mempengaruhi disebut sebagai hubungan transaksional (Van Broeck, 1979; Sutherland dan Cooper, 1990; Sarafino, 1990). Di dalam proses hubungan ini termasuk juga proses penyesuaian.
Penyebab Stress
Menurut Maramis (1999), ada empat sumber atau penyebab stress Psikologis, yaitu :
a)         Frustasi
Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral melintang. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).
b)         Konflik
Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-approach conflict, approach-avoidance conflict, avoidance -avoidance conflict.
c)         Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu.


d)        Krisis
Krisis yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stress pada individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus segera operasi. Keadaan stress dapat terjadi beberapa sebab sekaligus, misalnya frustasi, konflik dan tekanan.
B.       Macam-macam Tingkat Stress
Penggolongan Stress apabila ditinjau dari penyebab stress, menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), dapat digolongkan sebagai berikut :
1)         Stress fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik.
2)         Stress kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, hormone, atau gas.
3)         Stress mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit.
4)         Stress fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.
5)         Stress proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.
6)         Stress psikis atau emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan.
Adapun menurut Grant Brecht (2000), stress ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
Ø  Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti kematian, perceraian, pension, luka batin, dan kebangkrutan.
Ø  Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan dimakan, dan antri.
Reaksi Psikologis terhadap stress diantaranya :
Ø  Kecemasan, Respon yang paling umum Merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan Adalah emosi yang tidak menyenangkan dengan istilah “kuatir”, “tegang”, “prihatin”, “takut” fisik jantung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur.
Ø  Kemarahan dan agresi, Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.Merupakan reaksi umum lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi, Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang.
Ø  Depresi Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa sedih.
C.       Jenis Stress
Ditinjau dari penyebabnya, stress dapat dibagi dalam beberapa jenis sebagai berikut:
a)        Stres fisik, merupakan stress yang disebabkan oleh keadaan fisik, seperti suhu yang terlalu tinggin atau terlalu rendah, suara bising, sinar matahari yang terlalu menyengat, dll.
b)        Stress kimiawi, merupakan stress yang disebabkan oleh pengaruh senyawa kimia yang terdapat pada obat-obatan, zat beracun asam, basa, faktor hormone atau gas, dll.
c)        Stress mikrobiologis, merupakan stress yang disebabkan oleh kuman, seperti virus, bakteri, atau parasit.
d)       Stress fisiologis, merupakan stress yang disebabkan oleh gangguan fungsi organ tubuh, antara lain gangguan struktur tubuh, fungsi jaringan, organ, dll.
e)        Stress proses tumbuh kembang, merupakan stress yang disebabkan oleh proses tumbuh kembang seperti pada masa pubertas, pernikahan, dan pertambahan usia.
f)         Stress psikologis dan emosional, merupakan stress yang disebabkan oleh gangguan situasi psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri, misalnya dalam hubungan interpersonal, sosial budaya, atau keagamaan.
Tahapan-tahapan Stress
Gejala-gejala stress pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stress timbul secara lambat. Dan, baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun di pergaulan lingkungan sosialnya. Dr. Robert J. Van amberg (1979) dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stress sebagaimana berikut :
a.              Stress Tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stress paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :
ü   Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting).
ü   Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya.
ü   Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya. Namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan pula.
ü   Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, Namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
b.             Stress Tahap II
Dalam tahapan ini dampak stress yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas Mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat antara lain dengan tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami deficit. Analogi dengan hal ini adalah misalnya handphone (HP) yang sudah lemah harus kembali diisi ulang (di-charge) agar dapat digunakan lagi dengan baik. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stress tahap II adalah sebagai berikut :
ü   Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar.
ü   Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
ü   Lekas merasa capai menjelang sore hari.
ü   Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort).
ü   Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).
ü   Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.
ü   Tidak bisa santai
c.              Stress Tahap III
Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stress tahap II tersebut di atas, maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu :
1)      Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag” (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare).
2)      Ketegangan otot semakin terasa.
3)      Perasaan ketidak-tenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat.
4)      Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk Mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/ dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia).
5)      Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban stress hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.
d.             Stress Tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter sehubungan dengan keluhan-keluhan stress tahap III di atas, oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stress tahap IV akan muncul :
·            Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit.
·            Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.
·            Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai (adequate).
·            Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari.
·            Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan.
·            Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan kegairahan.
·            Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.
·            Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

e.              Stress Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stress tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut :
·            Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and psychological exhaustion).
·             Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana.
·            Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal disorder).
·            Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.
f.              Stress Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stress tahap VI ini berulang-kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stress tahap VI ini adalah sebagai berikut :
·            Debaran jantung teramat keras.
·            Susah bernafas (sesak dan mengap-mengap).
·            Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran.
·            Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan.
·            Pingsan atau kolaps (collapse)
Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat stressor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
D.      Faktor Yang Mempengaruhi Respon Terhadap Stressor
1.         Intensitas
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada dasarnya tubuh atau jiwa manusia mempunyai ketahanan atau kekuatan yang berasal dari dalam. Tingkat kekuatan ini dinilai sebagai kunci kepribadian dalam menghadapi stress. Kepribadian ini memungkinkan seseorang untuk menjadikan stressor sebagai suatu yang positif sehingga memberikan respon yang positif pula terhadap stressor tertentu. Suatu stressor yang bersifat negatif dan menjadikan stress bagi seseorang dapat merupakan sumber kekuatan bagi orang lain. Selain itu stressor juga dapat memberikan mekanisme untuk memperingatkan seseorang agar dapat menmgumpulkan seluruh kekuatan yang dimilikinya dalam rangka melawean stress itu sendiri. Tak selamanya stress merupakan hal yang negatif. Pada tingkatan tertentu stress dapat menjadi motivator bagi seseorang. Hal ini berhubungan dengan keinginan untuk mencap[ai suatu tujuan dan stress disini berguna untuk mencegah timbulnya rasa bosan. Stress juga berguna pada keadaan yang penting dimana seseorang memerlukan kekuatan emosional dan mobilisasi fisik sebagai kekuatan pertahanan individu.
2.         Sifat
Sifat dari stressor juga memperngaruhi respon. Ada beberapa stressor yang bersifat positif dan yang lainnya bersifat negatif. Stressor yang bersifat positif akan menimbulkan respon yang positif, sedangkan stressor yang bersifat negatif akan menyebabkan respon yang negatif pula baik secara fisikmaupun psikis. Secara negatif stress dapat menghasilkan perubahan yang pada akhirnya akan menimbulkan kesakitan.
3.         Durasi
Lamanya atau jangka waktu berlangsungnya pemaparan stressor atau kejasian dari stressor sampai menjadikan seseorang mengalami stress. Frekwensi perubahan-perubahan dari suatu kejadian yang pada akhirnya mempengaruhi seseorang hingga merasakan stress.
4.         Jumlah
Mengandung pengertian stressor yang harus dihadapi dalam satu waktu. Banyaknya perubahan-perubahan dan kejadian yang dialami seseorang dalam suatu periode waktu tertentu lebih sering menyebabkan perkembangannya stress yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan.
5.         Pengalaman
Bagaimana seseorang memberikan respon terhadap stressor juga dipengaruhi oleh pengalaman. Pengalaman ini bisa di dapat dari diri sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang ditemui dalam kehidupan akan memberikan pelajaran dan kekuatan untuk menghadapi stressor dan menghadapi stress.
6.         Tingkat Perkembangan
Di dalam setiap perkembangan akan terjadi perubahan-perubahan pada setiap individu. Tingkat perkembangan ini juga berpengaruh terhadap bagaimana seseorang maupun stressor. Karena perkembangan cukup menentukan kematangan seseorang dalam menghadapi kematangan.
7.         Respon Patofisiologi Terhadap Stress
a)        Komponen Fisiologi
Riset klasik yang telah dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stress; sindrom adaptasi lokal (LAS) dan sindrom adaptasi umum (GAS). LAS adalah respon dari jaringan, organ atau bagian tubuh terhadap stress karena trauma, penyakit atau perubahan fisiologis lainnya. GAS adalah respons pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stress.
b)        LAS (Lokal Adaptation Syndrome)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respons setempat ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya dan respon tekanan. Semua bentuk LAS mempunyai karakteristik berikut :
ü  Respon yang terjadi adalah setempat, respon ini tidak melibatkan seluruh sistem tubuh.
ü  Respon adalah adaptif, berarti bahwa stressor diperlukan untuk menstimulasinya.
ü  Respon adalah berjangka pendek. Respon tidak terdapat terus menerus.
ü  Respon adalah restorative, berarti bahwa LAS membantu dalam memulihkan homeostasis region atau bagian tubuh.
Dua respon setempat , yaitu respons refleks nyeri dan respons inflamasi adalah contoh dari LAS. Perawat menghadapi respons ini dibanyak lingkungan perawatan kesehatan.

a.          Respon refleks nyeri
Respon refleks nyeri adalah respon setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri. Respon ini adalah respons adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjut. Respons ini melibatkan reseptor sensoris, saraf sensoris yang menjalar ke medulla spinalis, neuron penghubung dalam medulla spinalis, saraf motorik yang menjalar dari medulla spinalis dan otot efektif. Misalnya , sebut saja di bawah sadar, yaitu refleks menghindarkan tangan dari permukaan panas. Contoh lainnya adalah kram otot.
b.         Respons inflamasi
Respons inflamasi distimuli oleh trauma atau infeksi. Respons ini memusatkan inflamasi , sehingga dengan demikian menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan. Respons inflamasi dapat mengakibatkan nyeri setempat, pembengkakan, panas, kemerahan dan perubahan fungsi.Respons inflamasi terbagi dalam tiga fase yaitu perubahan dalam sel-sel dan sistem sirkulasi, pelepasan eksudat dari luka dan perbaikan jaringan oleh regenerasi atau pembentukan jaringan parut.
c.          GAS (General Adaptation Syndrome)
GAS adalah respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respon ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Beberapa buku menyebutkan GAS sebagai respon neuro-endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan , tahap resisten dan tahap kehabisan tenaga. GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut :
1)         Alarm reaction  (AR, reaksi cemas).
Selama tahap ini tubuh menyadari penyebab ketegangan dan secara sadar atau tidak sadar dipicu untuk bertindak. Kekuatan pertahanan tubuh dikerahkan dan tingkat yang normal dari perlawanan tubuh menurun. Kalau penyebab ketegangan itu cukup keras, tahap ini dapat mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang hebat. Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi.
Hormon lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Meningkatkan kadar hormon lain seperti efinefrin dan norefinefrin mengakibatkan peningkatan frekwensi jantung, meningkatkan aliran darah ke otot, meningkatkan ambilan oksigen dan memperbesar kewaspadaan mental. Aktivitas hormonal yang luasini menyiapkan individu untuk melakukan respon melawan atau menghindar. Curah jantung, ambilan oksigen dan frekwensi pernapsan meningkat, pupil mata berdilatasi untuk menghasilkan bidang visual yang lebih besar, dan frekwensi jantung meningkat untuk menghasilkan energi lebih banyak. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini, seseorang disipkan untuk melawan atau menghindari stressor.
2)         State of Resistance (SR, Perlawanan).
Tahap ini ditandai oleh penyesuaian dengan penyebab ketegangan. Tubuh melawan reaksi cemas, karena dalam keadaan ini tidak ada orang yang terus menerus dapat bertahan. Tingkat perlawanan tubuh naik di atas normal untuk melawan penyebab ketegangan dengan harapan adanya penyesuaian. Disamping itu perlawanan tubuh terhadap rangsangan selanjutnya meningkat. Jika stress dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. namun demikian, jika stressor tetap terus menetap, seperti pada kehilangan darah terus menerus, penyakit yang melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang, dan ketidakberhasilan dalam beradaptasi, maka individu memasuki tahap ketiga dari GAS yaitu tahap kehabisan tenaga.
3)         State of Exhausting (SE, tahap keadaan sangat lelah/ kehabisan tenaga).
Kalau tubuh terus menerus dibiarkan menerima penyebab ketegangan, suatu waktu akan mencapai tahap lelah. Gejala-gejala reaksia cemas ini timbul kembali, tetapi kalau penyebab ketegangan tidak disingkirkan, tanda-tanda itu tidak dapat dirubah lagi. Maut akan menyusul, kecuali tubuh memperoleh tehnik untuk menyesuaikan diri atau menemukan jalan baru untuk menguasai situasi yang pebuh ketegangan.
E.     Konsep Adaptasi dalam Kehidupan Manusia
o    Konsep Adaptasi
Ada beberapa pengertian tentang mekanisme penyesuaian diri, antara lain :
·           W.A. Gerungan (1996) menyebutkan bahwa “Penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri). Mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan sifatnya pasif (autoplastis).
·           Menurut Soeharto Heerdjan (1987),  penyesuaian diri adalah usaha atau perilaku yang tujuannya mengawasi kesulitan dan hambatan.
Adaptasi merupakan pertahanan yang didapat sejak lahir atau diperoleh karena belajar dari pengalaman untuk mengatasi stress. Cara mengatasi stress dapat berupa membatasi tempat terjadinya stress, mengurangi, atau menetralisasi pengaruhnya.
o    Model-model Adaptasi
Setiap orang secara terus menerus akan menghadapi perubahan fisik, psikis, dan sosial baik dari dalam maupun dari lingkungan luar. Jika hal tersebut tidak dapat dihadapi dengan seimbang maka tingkat stress akan meningkat. Model adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah menegangkan (Mechanic, 1962). Empat faktor yang mempengaruhi Kemampuan untuk menghadapi stress itu adalah :
·           Biasanya tergantung pada pengalaman seseorang dengan stressor serupa, sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan trehadap stressor.
·           Berkenaan dengan prktik dan norma kelompok sebaya individu.
·           Dampak dari lingkungan sosial dalam membantu seorang individu untuk beradaptasi terhadap stressor.
·           Sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stressor.
F Adaptasi Fisiologis/Biologis
Indikator fisiologis stress :
ü  Kenaikan tekanan darah
ü  Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung.
ü  Peningkatan denyut nadi dan frekwensi pernapasan
ü  Telapak tangan berkeringat
ü  Tangan dan kaki dingin
ü  Postur tubuh yang tidak tegap
ü  Keletihan
ü  Sakit kepala
ü  Gangguan lambung
ü  Suara yang bernada tinggi
ü  Mual, muntah, dan diare
ü  Perubahan nafsu makan
ü  Perubahan berat badan
ü  Perubahan frekwensi berkemih
ü  Dilatasi pupil
ü  Gelisah, kesulitan untuk tidur atau sering terbangun saat tidur
ü  Temuan hasil laboratorium abnormal : Peningkatan kadar hormon adrenokortikotropik, kortisol dan katekolamin dan hiperglikemia.
F Adaptasi Psikologis
Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :
ü  Ansietas
ü  Depresi
ü   Kepenatan
ü  Peningkatan penggunaan bahan kimia
ü  Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
ü  Kelelahan mental
ü  Perasaan tidak adekuat
ü  Kehilangan harga diri
ü  Peningkatan kepekaan
ü  Kehilangan motivasi.
ü  Ledakan emosional dan menangis.
ü  Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.
ü  Kecendrungan untuk membuat kesalahan (mis. buruknya penilaian).
ü  Mudah lupa dan pikiran buntu
ü  Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
ü  Preokupasi (mis. mimpi siang hari )
ü  Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas.
ü  Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit
ü  Letargi
ü  Kehilangan minat
ü  Rentan terhadap kecelakaan.
F  Adaptasi Perkembangan
Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan. Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
F  Adaptasi Sosial Budaya
Setiap lingkungan sosial masyarakat mempunyai tatanan budaya masing-masing. Antara lingkungan satu dan yang lainnya tentu memiliki budaya berbeda-beda. Perbedaan tersebut yang akhirnya menuntut setiap orang beradaptasi jika hal itu dapat dilakukan dengan baik maka akan tercipta keseimbangan. Namun jika hal tersebut tidak dapat dilakukan bukanlah suatu hal yang tidak mungkin jika orang tersebut akan mengalami stress.
F  Adaptasi Spiritual
Setiap agama dan kepercayaan mengandung ajaran yang hendaknya harus dijalankan oleh penganutnya. Ajaran-ajaran ini tentunya juga harus turut andil dalammengatur perilaku manusia ini. Oleh karena itu dalam rangka memenuhi ajaran-ajaran tersebut pasti terjadi perubahan dalam perilaku manusia.
Lingkungan Sosial Model
Keadaan lingkungan dan masyarakat sangat mempengaruhi seseorang dalam beradaptasi. Keadaan lingkungan yang stabil dan seimbang akan memudahkan seseorang dalam beradaptasi. Sedangkan keadaan masyarakat dengan hubungan sosial yang baik juga akan memudahkan individu dalam melakukan adaptasi agar terhindar dari stress.
Proses Model
Pada dasarnya proses model adalah berlangsungnya kejadian dan masalah yang terjadi pada seseorang sehingga mempengaruhi orang tersebut yang pada akhirnya mengalami stress dan proses menghadapi stress itu sendiri.
Homeostasis
Homeostasis adalah keadaan yang relatif konstan di dalam lingkungan internal tubuh, dipertahankan secara alami oleh mekanisme adaptasi fisiologis. Adaptasi fisiologis terhadap stress adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan keadaan relatif seimbang. Dubos (1965) mengemukakan pandangan lebih lanjut ke sifat dinamis respons-respons tersebut. Dia mengatakan bahwa ada dua konsep yang saling mengisi: homestasis dan adaptasi. Homeostasis menekankan pada perlunya penyesuaian yang harus segera dilakukan tubuh untuk menjaga komposisi internal selalu dalam batas yang bisa diterima, sedangkan adaptasi lebih menekankan pada penyesuaian yang berkembang sesuai berjalannya waktu. Dubos juga menekankan bahwa ada batasan respon terhadap stimuli yang dapat diterima dan bahwa respon tersebut bisa berbeda pada setiap individu. Baik homestasis maupun adaptasi dangat diperlukan untuk dapat bertahan dalam dunia yang selalu berubah.
Mekanisme Homeostasis
Ketika seseorang menyadari tentang kebutuhan fisiologis tidak terpenuhi seperti makanan atau kehangatan, tindakan yang akan dilakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut . Untuk sebagian besar bagaimanapun juga , adaptasi mencakup penyesuaian yang dibuat tubuh secara otomatis untuk mempertahankan ekuilibrium. Mekanisme homeostasis ini adalah pengaturan – mandiri, dengan kata lain, mekanisme ini adalah otomatis. Namun demikian, pada individu yang sakit atau mengalami cedera, mekanisme ini mungkin tidak mampu untuk mempertahankan atau menopang homeostasis.
Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif, yaitu duatu proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan abnormal, seperti penurunan suhu tubuh, dan membuat suatu respon adaptif, seperti mulai menggigil untuk membangkitkan panas tubuh. Ketiga dari mekanisme utama yang digunakan dalam mengadaptasi stressor dikomtrol oleh medulla oblongata, formasi reticular dan kelenjar hipofisis.




BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Stress adalah suatu ketidakseimbangan diri atau jiwa dan realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari  perubahan yang memerlukan penyesuaian Sering dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan stress, seperti cedera, sakit atau kematian orang yag dicintai, putus cinta Perubahan positif juga dapat menimbulkan stress, seperti naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta
Jenis Stress yaitu, Stress fisik, Stress kimiawi, Stress mikrobiologis, Stress fisiologis, Stress proses tumbuh kembang, Stress psikologis atau emosional. Pengalaman stress dapat bersumber dari :Lingkungan, Diri dan tubuh Pikiran. Gejala-gejala stress ada 2 yaitu secara fisik dan psikis.
Saat kita mengalami peristiwa yang tidak mengenakkan, saat sesuatu yang buruk terjadi di luar kendali kita maka secara otomatis mengalami perasaan yang tidak tenang. Jika hal yang terjadi itu jauh melampaui daya tahan diri kita, melampaui bagaimana kita mampu bertoleransi maka timbullah stress. Ada peristiwa tertentu menimbulkam stress bagi seseorang, namun bagi orang lain hal tersebut merupakan sesuatu yang biasa saja dan dapat dikendalikan dengan baik. Hal yang membedakan adalah persepsi. Bagaimana setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas suatu peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.
B.       SARAN
Setelah kita tahu lebih banyak tentang stress, mudah-mudahan bisa membantu kita semua untuk dapat menghadapi setiap stress yang dialami dengan bijaksana. Segala persoalan dalam hidup bukanlah untuk dihindari tapi untuk dihadapi dengan bijaksana. Caranya adalah dengan memperlengkapi diri kita dengan skill hidup (life skill) yang terbaik untuk menghadapinya.



DAFTAR PUSTAKA


v  Fadilla, Avin. 1999. Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. Diakses pada : Senin, 18 april 2011. http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/hidupdikota_ avin.pdf
v  Diakses pada:Senin, 18 april 2011
v  Diakses pada:Senin, 18 april 2011
v  Diakses pada: Senin, 18 april 2011